TOKOH TOKOH SIMANJUNTAK
1. Cornel Simanjuntak, Seniman Dan Pemuda Revolusi!
Siapa yang tak terbakar dengan lagu “Maju Tak Gentar”? Hampir setiap jiwa, apalagi pemuda, bisa terbakar oleh lagu itu. Pencipta lagu itu, Cornelis Simanjuntak, adalah seorang komponis yang memanggul senjata di medan perang untuk mempertahankan kemerdekaan negerinya.
Pada saat itu, semua orang memang bisa terbakar api revolusi. Cornel, yang saat itu masih seorang pemuda, termasuk golongan pemuda yang terbakar oleh semangat Revolusi Agustus. Soe Hok Gie menyebut Cornel sebagai tipe “pemuda revolusioner” saat itu.
Orang jaman sekarang lebih mengenal Cornel sebagai komponis lagu-lagu nasional. Sedangkan kontribusinya yang lebih besar, berkorban untuk kemerdekaan negerinya, hampir tidak ditulis dalam buku-buku sejarah di sekolah-sekolah kita.
Anak cerdas pencinta musik
Cornel lahir di Pematang Siantar pada tahun 1921. Ayahnya, Tolpus
Simanjuntak, adalah seorang anggota polisi. Sedangkan ibunya bernama
Rumina Siahaan. Dengan latar-belakang keluarganya, Cornel berkesempatan
untuk berkenalan dengan dunia yang lebih luas.Bakat musiknya sudah muncul saat ia bersekolah di HIS (Hollandsch-Inlandsche School). Saat itu, Cornel sudah pandai bermain gitar dan menyanyikan lagu-lagu barat yang didengarnya dari radio dan nonton film.
Kira-kira tahun 1937, Cornel dikirim orang tuanya bersekolah di HIK Xaverius College di Muntilan, Jogjakarta. Salah seorang sahabatnya di HIK Muntilan, Binsar Sitompul, menyebut Cornel sebagai murid yang cerdas, pemberani, jujur dan tidak pernah enggan membela pendiriannya.
Kebetulan, di HIK Muntilan saat itu ada seorang pengajar musik yang handal, J. Schouten. Berkat usaha Schouten, di sekolah itu terbentuk orkes simfoni yang beranggotakan 60 orang. Kelompok ini sering memainkan karya Beethoven, Bach, Haydn, Strauss (Johan) dan Wagner.
Cornel saat itu, kata Binsar Sitompul, segera menjadi perhatian Schouten berkat bakat musiknya yang menonjol dan suaranya yang bagus. Cornel pun terlibat dalam kelas musik Schouten. Di situlah Cornel kecil berkenalan dengan komposer-komposer besar dunia, termasuk Beethoven atau Franz Schubert. Salah satu lagu Franz Schubert, Ave Maria, menjadi lagu kesukaan Cornel.
Di sini pula Cornel mengarungi karya-karya pujangga Indonesia: Amir Hamzah, Sanusi Pane, JE Tatengkeng, dan Sutomo Djauhar Arifin. Cornel muda makin larut dalam kecintaan terhadap sastra. Ia mengakrabi karya-karya Goethe, Schiller, Heine, dan Shakespeare.
Pencipta lagu
Pada tahun 1942, menjelang akhir studinya di HIK Muntilan, pasukan
fasis Jepang datang menyerang. Berbekal ijazah darurat, Cornel bisa
menjadi guru di Magelang, Jawa Tengah. Lagu “Mekar Melatiku”
dihasilkannya di sana.Pada tahun 1943, Cornel pindah ke Jakarta. Di sana, ia bekerja di Kantor Kebudayaan Jepang (Keimin Bunka Shidosho). Di sini, ia bergaul dengan seorang komponis Jepang, Nobuo Lida. Di sana ia juga ditugasi membuat lagu-lagu propaganda. Banyak lagu diciptakannya: “Asia Sudah Bangun”, “Hancurkan Musuh Kita”, “Awaslah Inggeris dan Amerika”, dan “Mars Pasukan Sukarela”.
Masa 1943-1945, kata Asrul Sani, adalah puncak kreativitas dari Cornel Simanjuntak. Satu keunggulan Cornel dalam menciptakan lagu adalah lagunya sederhana, mudah dipahami, tetapi sangat agitatif. Dan, satu lagi, Cornel menganggap seorang komponis harus sanggup menangkap perasaan musik ke dalam dada rakyat.
Terjun dalam revolusi
Pada tahun 1945, saat api revolusi membakar dada pemuda dan rakyat di mana saja, Cornel memilih terjun langsung kepada revolusi.Asrul Sani, yang sangat akrab dengan Cornel, pernah bertemu dengan dirinya pada masa revolusi itu. Saat itu, Cornel berucap kepada Asrul Sani: “Kalau Saudara hendak mencari saya, jangan cari di rumah. Saya ada di markas API, Menteng 31. Buat sementara waktu saya meninggalkan musik. Saya sekarang merasa bebas sebebas-bebasnya dan dengan kebebasan yang saya perdapat ini saya tentu akan dapat menghalang jiwa saya. Saya tidak ingin perasaan kebebasan itu hilang. Kalau kemerdekaan kita diambil orang, ia pun akan turut hilang. Sekarang ada pertempuran untuk kebebasan ini. Saya tersangkut dalamnya.”
Cornel terjun dalam revolusi. Ia memanggul senapan terlibat dalam pertempuran di daerah Karawang dan Jakarta. Hingga, dalam sebuah pertempuran di daerah Senen – Tangsi Penggorengan Jakarta, pahanya tertembak. Ia kemudian dirawat di CBZ—sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Belum sembuh total, pasukan sekutu datang melakukan penyisiran di rumah sakit. Cornel pun dibopong pergi oleh kawan-kawan seperjuangannya dan dibawa keluar kota Jakarta.
Dari Karawang ia dikirim ke Yogyakarta. Di kota inilah kemudian lahir lagu-lagu yang heroik dan patriotik. Antara lain: Tanah Tumpah Darah, Maju Tak Gentar, Pada Pahlawan, Teguh Kukuh Berlapis Baja, Indonesia Tetap Merdeka.
Di jogja, batuk kering yang dideritanya tak berkesudahan. Badannya melemah dan tubuhnya terus menyusut. Ia pun dirawat di di Sanatorium Pakem, Jogjakarta. Sembari diopname, Cornel terus berkarya. Ia terus melahirkan lagu-lagu perjuangan untuk membakar semangat heroik kaum muda.
Pada 15 September 1946, Cornel—yang masih berusia 25 tahun—menghembuskan nafas yang terakhir. Ia dimakamkan di Pemakaman Kerkop Yogyakarta.
Cornel, pemuda yang sebetulnya sedang sakit itu, tidak mempedulikan dirinya asalkan bisa berkontribusi bagi pembebasan negerinya. Ia menyerahkan seluruh hidupnya kepada revolusi.
Cornel tidak mau melemah dalam semangat revolusi yang menggelora. Revolusi dan kemerdekaan adalah imannya.
2.Alfred Simanjuntak
DR. Alfred Simanjuntak menerima pendidikan di Rijksuniversiteit Utrecht, Leidse Universiteit, Leiden, Stedelijke Universiteit, Amsterdam, Belanda tahun 1954-1956. Beliau salah satu penggagas dan pendiri Yayasan Musik Gereja (1967) dan membantu memulai Pesparani (Festival Paduan Suara Gerejani) pada tahun 1985. Memiliki pengalaman sebagai guru dan menjabat juga dalam bidang komunikasi/penerbitan. Sejak tahun 1934 sampai sekarang telah menulis puluhan lagu anak-anak, lagu rohani, lagu-lagu paduan suara, serta lagu nasional, dan pernah menjadi konduktur istana atas saran R. Sudjasmin.
A. Simanjutak juga menciptakan lagu Saudaraku Berpulang Dulu, dan beliau berteman dengan Liberty Manik (yang menciptakan Satu Nusa Satu Bangsa) dan Cornelis Simanjuntak (yang melahirkan Pada Pahlawan), sehingga ciri khas lagu yang mereka ciptakan sama.
Selama enam tahun ia bersekolah di Hollands Inlandsche Kweekschool, Surakarta, pada tahun 1935 (ketika itu usianya sekitar 15 tahun), dan pada tahun 1950, Alfred melanjutkan pendidikan ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
BIOGRAFI ALFRED SIMANJUNTAK
Nama: Alfred Simanjuntak
Lahir: Parlombuan, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 8 September 1920
Agama : Kristen
Pendidikan:
- Holands Inlandse School, Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara, 1928 – 1935
. Holands Inlandse Kweekschool, Surakarta, 1935 – 1941
- Fakultas Sastra UI, MO Bahasa Indonesia, Jakarta, 1950 – 1952
- Rijksuniversiteit Utrecht, Leidse Universiteit, Leiden, Stedelijke, Amsterdam, Nederland, 1954 – 1956
- Dr HC dari Saint John University 10 Februari 2001
Pengalaman:
- Pencipta lagu (Di antaranya Bangun Pemuda Pemudi, Indonesia Bersatulah dan Negara Pancasila)
- Guru di BPK PENABUR, TKK Gading Serpong, TKK 4, TKK 10 dan TKK 11
- Wartawan surat kabar “Sumber” di Jakarta, 1946 – 1949
- Pendiri Badan Penerbit Kristen (BPK) Gunung Mulia, Jakarta, 1950 dan sempat menjadi pimpinannya.
- Tahun 1967 turut mendirikan Yayasan Musik Gereja (Yamuger)
- Tahun 1985 memprakarsai Pesta Paduan Suara Rohani (Pesparani).
3.Marsillam Simanjuntak
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ke-23 | |
---|---|
Masa jabatan 2 Juni 2001 – 20 Juli 2001 |
|
Presiden | Abdurrahman Wahid |
Didahului oleh | Baharuddin Lopa |
Digantikan oleh | Mohammad Mahfud |
Jaksa Agung Republik Indonesia ke-18 | |
Masa jabatan 10 Juli 2001 – 9 Agustus 2001 |
|
Presiden | Abdurrahman Wahid |
Didahului oleh | Baharuddin Lopa |
Digantikan oleh | M. A. Rachman |
Informasi pribadi | |
Lahir | 23 Februari 1943 |
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan formalnya adalah di bidang kedokteran. Ia adalah alumni Fakultas Kedokteran UI (1971). Karier awalnya adalah sebagai dokter penerbangan di Maskapai Penerbangan Garuda, yang masih ditekuninya hingga sekarang. Namun demikian, masa kerjanya sempat 'terpotong' 17 bulan, karena pada tahun 1974 ia harus mendekam di rumah tahanan militer setelah disangka terlibat Peristiwa Malari. Penahanannya berakhir tanpa pernah diadili.
Selepasnya dari tahanan (1975) ia diangkat sebagai Kepala Kesehatan. Hanya saja, ia kemudian harus menerima keputusan percepatan masa pensiun karena menolak menjadi anggota Korps Pegawai Negeri (Korpri) dan indoktrinasi P-4.
Sejak bulan Oktober 2006 Marsillam diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bersama Agus Widjojo dan Edwin Gerungan, sebagai staf presiden yang dinamakan Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R).
Marsilam Simanjuntak Tokoh Penting di Balik Kejatuhan Gus Dur
MISTERI DEKRIT GUS DURMarsilam Simanjuntak Tokoh Penting di Balik Kejatuhan Gus Dur
Jakarta, RMOL. Marsilam Simanjuntak kini menjadi kontroversial menyusul kasus dana talangan Bank Century yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun.
Ia hadir dalam Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di gedung Departemen Keuangan, dinihari 21 November 2008 yang akhirnya memutuskan status Bank Century sebagai “bank gagal yang berdampak sistemik” diikuti pengucuran bailout sebesar Rp 632 miliar untuk mendongkrak rasio kecukupan modal bank itu. Kala itu, Marsilam adalah Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I.
Unit kerja ini berada langsung di bawah Presiden SBY, dibentuk dengan Keppres di tahun 2006.
Kehadiran Marsilam menjadi petunjuk penting lain mengenai “keterlibatan” atau setidaknya “pengetahuan” Presiden SBY terhadap rencana “penyelamatan” Bank Century. Tetapi kubu Istana Negara belakangan membantah kehadiran Marsilam dalam rapat itu atas perintah Presiden.
Bukan sekali ini saja Marsilam menjadi tokoh kontroversial. Ia juga menjadi figur yang kontroversial saat berada di tubuh pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001). Menurut Hermawan Sulistyo, Marsilam Simanjuntak adalah orang yang memiliki peran paling penting sehingga akhirnya di dalam Maklumat yang disampaikan Gus Dur terdapat poin tentang pembekuan parlemen dan percepatan pemilu.
Padahal, sebut Hermawan Sulistyo kepada Rakyat Merdeka Online, sejatinya Gus Dur hanya ingin agar Partai Golkar yang dibekukan sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung (MA).
Marsilam menggantikan Jaksa Agung baharuddin Lopa yang meninggal dunia pada 10 Juli 2001. Ia dan Gus Dur adalah teman lama sejak di Forum Demokrasi.
Menjelang tengah malam kala itu, 22 Juli 2001, Marsilam menjadi orang terakhir yang menyusun draf Maklumat. Ada pun Gus Dur yang sudah “patah hati” menerima apa saja yang dikonsepkan.
Tadinya, sebut Hermawan, Gus Dur masih punya sedikit harapan. Tetapi begitu mengetahui bahwa panser dan tank yang diparkir di sekitar silang Monas mengarah ke Istana, dirinya mulai kehilangan semangat. Gus Dur membiarkan semua tokoh LSM yang malam itu mengunjunginya untuk menyusun draf. Dan Marsilam lah yang menjadi perumus akhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar